Monday, February 12, 2007

Losing Ring

So clear like the diamond in your ring
Cut to mirror your intentions
Oversized and overwhelmed
The shine of which has caught my eye
And rendered me so isolated, so motivated
I am certain now that

I am vindicated, I am selfish
I am wrong, I am right
I swear I'm right, I swear I knew it all along
And I am flawed but I am cleaning up so well
I am seeing in me now the things you swore you saw yourself


Vindicated-Dashboard Confessional



Entah kenapa lagu ini cocok sekali dengan keadaan sekarang… Saya jadi ingat beberapa kalimat…
"You think that I’m a flawless, but I’m not."
"I’m not guilty— I swear I am innocent."
"While you say I’m an angel, I’m an angel with broken wings…"

Hehe.. kok jadi sedih begitu yah?

Anyway... Ada yang masih ingat cincin yang sering saya pakai waktu tingkat dua dulu?
Well, I lost it. Tertinggal dan hilang begitu saja di depan cermin.

Hiks.

Saya jadi heran, kenapa ya orang yang menemukan cincin itu mau membawa cincin itu pergi? Padahal kan karena cincin itu juga saya mengalami cerita yang aneh-aneh waktu kuliah. Sepertinya gara-gara cincin itu deh, anak-anak mengira saya benar-benar serius dengan seseorang… Sampai dikira sudah met the parents juga… Halah… ^ ^;; Saya sering bertanya-tanya dan bingung sendiri… kok bisa ya mereka merangkai cerita sendiri dan kemudian mempercayainya seratus persen? Hekekek… Kalau dipikir-pikir saya juga bodoh sekali, karena kalau ditanya saya seringkali memilih untuk diam dan tersenyum (sok) misterius, hahaha…

Padahal saya membeli cincin itu salah satunya karena saya pingin mengingatkan diri sendiri kalau saya itu pingin jadi penulis… Makanya harus nulis lagi seperti waktu masih SMA dulu (waktu kuliah saya nyaris nggak pernah menulis lagi kecuali catatan hukum, manajemen, piutang, lelang, hukum lagi, penilaian, etika, dan hukum lagi, hehehe…). Mungkin juga sebagai sesuatu yang memberi semangat buat bangkit lagi dan memulai mencoba kehidupan yang baru… karena waktu itu saya sempat patah hati dan cukup down… Hahaha…

Kalau dipikir-pikir lagi, cincin itu, along with sepasang sepatu kets yang saya pakai lari pagi mengitari kampus, potongan-potongan artikel dari Kompas tentang apa yang terjadi pada akhir tahun itu, setiap lagu dari Me and My Diary dan Friends-nya Mocca, catatan Agraria dan tentu saja kehangatan yang saya dapati dari sesuatu yang saya kenang sebagai rumah dan sahabat, adalah bagian dari momentum di mana saya bisa kembali bangkit dan tersenyum cerah… Things extraordinarily precious…

It was so sparkling. Caught my heart the very first moment I saw it… I even still recall the pinkish wrapping paper…

Yah, saya cuma bisa berharap orang yang menemukan cincin itu tidak mengalami hal-hal yang aneh-aneh seperti yang saya alami.

Atau sebaiknya begitu? Karena hal yang aneh-aneh itu pada akhirnya menjadi sesuatu yang tidak akan saya lupakan seumur hidup saya. Saya belajar untuk bangkit. Dan saat saya bisa kembali bangkit itulah saya merasa benar-benar… hidup. And I, honestly, proud of myself because of it.



I kept on telling myself, like a prayer, “It’s okay… Someday you’ll get through this.” And now I know I’ve got through it all… I’m really okay…

I was right. I swear I was right, I swear I knew it all along…



And for everything, God, for the most beautiful scenario, I thank You...

No comments: